UKM Indonesia dalam menghadapi Persaingan Globalisasi
UKM di Indonesia,
sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti
tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan
distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah
perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan
dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya
penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas. Para enterpreniur UKM mendapat
angin segar untuk terus mengembangkan produk usahanya, sebagaimana salah satu
kesepakatan pertemuan para menteri koperasi/UKM dari anggota APEC, dalam
pertemuan tingkat menteri-menteri UKM se-Asia Pasifik ke-20 pada tanggal, 2-7
September 2013 di Nusa Dua, Badung Bali. Negara-negara yang
tergabung dalam APEC sepakat untuk mendorong pelaku UKM agar bisa
meningkatkan arus ekspor-impor dari dan ke negara, artinya sebagai
konsekuensi dari integrasi ekonomi, telah terbuka peluang cukup lebar untuk
melakukan penetrasi pasar, baik bagi pelaku UKM termasuk dari
Indonesia ke negara lainnya atau sebaliknya dari negara lain ke Indonesia.
Bagi Indonesia
pentingnya peningkatan kapasitas UKM melalui fasilitasi, utamanya dalam
mengantisipasi gejolak ekonomi global dewasa ini, telah menjadi suatu
prioritas, dan menjadikannya sebagai salah satu usulan topik
bahasan dalam agenda APEC tersebut. Indonesia juga telah merumuskan
langkah kongkrit untuk peningkatan kapasitas pelaku UKM, pada pertemuan
KTT APEC 2013, yang intinya bermuara pada fasilitasi kepada para pelaku UKM
agar bisa meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi persaingan global. Melalui
APEC tersebut, Indonesia juga menjajaki kerja sama pengembangan UKM dalam
berbagai bidang dengan sejumlah negara-negara anggota APEC, di antaranya China
Taipeh, Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang.
Penguatan UKM sebagai bantalan dalam menjamin pertumbuhan ekonomi regional
merupakan langkah terobosan yang diinisiasi Indonesia karena UKM terbukti
paling resisten mampu bertahan dari guncangan ekonomi global.
Semakin majunya
perkembangan volume kerjasama ekonomi APEC khususnya dalam peningkatan
penguatan UKM menempatkan posisi strategis mengingat sekitar 60 persen PDB
dunia atau kurang lebih 40 triliun dollar AS disumbangkan oleh negara yang
tergabung dalam APEC, dengan total penduduk mewakili 40 persen penduduk
dunia. Dari sektor perdagangan, separuh (hampir 50 persen) dari pangsa pasar
ekspor-impor dunia juga dikontribusikan oleh negara-negara yang tergabung dalam
APEC. Dari data statistik menunjukkan bahwa, dalam kurun 1989-2011, nilai
perdagangan kawasan APEC meningkat terus mencapai angka kurang lebih 20 triliun
dollar AS dengan penurunan tariff yang dapat ditekan hingga 5 persen. Kerjasama
ekonomi APEC juga berhasil meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar
10,8% dalam kurun waktu 1 dekade (1999-2009) sehingga tingkat kemiskinan di
kawasan APEC dapat ditekan dan berkurang 35% sepanjang 1999-2009.
Dengan adanya
penguatan UKM diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan terkait dengan
menjaga pertumbuhan ekonomi ditengah krisis keuangan global, mengatasi masalah
penyerapan tenaga kerja dan mengatasi masalah pengurangan
kemiskinan.Forum APEC yang diadakan di Bali, dapat dijadikan momentum untuk
melakukan penjajakan dan pengembangan kerja sama bilateral dengan enam negara
anggota APEC, seperti dengan China Taipeh, Amerika Serikat, Malaysia,
Singapura, Korea Selatan, dan Jepang. Pengembangan kerjasama dan
penguatan UKM dalam kerangka saling menguntungkan dan kesetaraan diyakini akan
mampu menggerakkan roda perekonomian regional yang akan berkonstribusi
positif dalam memastikan ekonomi jajaran APEC memiliki ketahanan yang lebih
tinggi (resilience) serta menjadi engine (mesin pertumbuhan) bukan hanya di
kawasan tetapi juga di dunia. Di samping hal tersebut, forum APEC
diharapkan dapat menjadi wahana meningkatkan kerjasama mutual benefit bagi para
anggotanya, kisah sukses penerapan program penumbuhan kewirausahaan di Indonesia
bisa dijadikan "best practice" yang ditawarkan kepada negara anggota
APEC lain yang tertarik untuk menggali pengalaman soal itu. Dilain pihak, kisah
sukses negara mitra dalam pengembangan UKM juga dapat dimanfaatkan oleh
Indonesia.
Seperti kita
ketahui bersama, Amerika Serikat memiliki budaya etik bisnis tinggi dan
penggunaan teknologi yang sudah maju, Jepang sukses dengan penerapan One
Village One Product (OVOP), China Taipeh selama ini dikenal sukses dalam
mengembangkan bisnis UKM-nya dalam segala bidang, Singapura yang sukses
mengembangkan sektor ritelnya yang sebagian besar berbasis koperasi dan UKM
serta Korea Selatan, dengan pengembangan "green business
technology". Bagi Indonesia peran strategis UKM dalam struktur
perekonomian sangat penting untuk ditingkatkan konstribusinya melalui penguatan
UKM sebagai sektor usaha yang tidak berkaitan ataupun memiliki utang luar
negeri terbukti berdaya tahan tinggi menghadapi krisis ekonomi, karena sektor
usaha ini menggunakan input lokal hampir 99,99 persen. Sampai saat ini
menunjukkan, sektor UKM di Indonesia juga merupakan pelaku usaha terbesar dari
sisi jumlah unit usaha yang mencapai 99% dari total pelaku usaha nasional pada
tahun 2012.Sebanyak 54.559 unit usaha atau 98,82% di antaranya merupakan usaha
mikro dengan aset maksimal Rp 50 juta dan omzet per tahun maksimal Rp 300
juta.Kontribusi UMKM terhadap penciptaan PDB (produk domestik bruto) nasional
menurut harga berlaku, tercatat mencapai 57%.
Dengan demikian
UKM juga merupakan pemasok bagi perusahaan yang berorientasi ekspor sehingga
usulan Indonesia untuk menjadikan penguatan UKM sebagai salah satu usulan
bahasan dalam APEC 2013, merupakan langkah tepat yang perlu mendapatkan
dukungan internal, khususnya dalam mempersiapkan langkah-langkah konkrit agar prospek
UKM Indonesia memiliki daya saing dan perluasan penetrasi pasar guna
memenangkan persaingan global. Upaya-upaya untuk terus meningkatkan daya saing
produk UKM dan meningkatkan penetrasi pasar internasional merupakan suatu
keniscayaan, berbagai langkah perlu terus ditingkatkan dalam memacu kreativitas
dan inovasi yang tinggi terutama dalam penyajian desain, sebagai
keunggulan UKM Indonesia, apalagi bila dikaitkan dengan kearifan budaya lokal,
Indonesia mempunyai potensi disain yang lebih kaya.
Sukses Indonesia
dalam mengembangkan KUR sebagai akses pembiayaan UKM perlu terus ditingkatkan
penyebarannya, guna menjawab permasalahan lambannya akumulasi kapital di
kalangan UKM. Kalangan perbankan terus didorong untuk menjadi pelopor
mengembangkan potensi perekonomian dengan menumbuhkan wirausahawan melalui
dukungan akses permodalan bagi pengembangan wirausaha baru di sektor UKM.
Kesatupaduan langkah perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan kapasitas UKM
lewat workshop atau pelatihan manajerial yang diarahkan agar mampu
mendorong penguatan produk UKM yang berorientasi ekspor dengan mutu yang lebih
berkualitas dan sesuai pasar atau keinginan konsumen. Daya saing UKM yang
tinggi hanya ada jika ada keterkaitan antara yang besar dengan yang menengah
dan kecil. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan
dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masing-masing pihak
perlu terus dikembangkan.
Dengan semakin
terbukanya pasar ekonomi APEC maka pengembangan jaringan usaha, pemasaran
dan kemitraan usaha menjadi satu strategi yang perlu terus
diperluas dengan berbagai macam pola jaringan, dalam bentuk jaringan sub
kontrak maupun pengembangan kluster. Dengan metode jaringan usaha melalui sub
kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UKM di Indonesia.
Sedangkan pola pengembangan jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan
menghasilkan produk oleh produsen yang berada di dalam klaster bisnis sehingga
mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan
dapat bersaing di pasar global (locally connected dan globally competitive) .
Selain jaringan
usaha, jaringan pemasaran juga perlu terus diperluas melalui berbagai
macam strategi misalnya kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi bisnis,
asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian dan
pembentukan pusat-pusat data bisnis UKM serta pengembangan situs-situs UKM di
seluruh kantor perwakilan pemerintah di luar negeri.
Peningkatan akses
teknologi dan penguasaan teknologi merupakan salah satu faktor penting
bagi pengembangan Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju keberhasilan
usaha kecil menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi.
Strategi yang
perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil
menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih
berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM.
Pengembangan
pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan
dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah
dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi
atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UKM perlu terus
ditumbuhkan.
Dengan adanya
diselenggarakan APEC 2013, diharapkan dapat dijadikan peluang bagi
penguatan UKM , pemasaran, dan kemitraan usaha menjadi satu strategi sehingga
dapat ditransformasikan mendukung penciptaan lapangan kerja, peningkatan
investasi, dan ekspor Indonesia dalam mendukung Prospek pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan adil di tahun 2014.
Salah bentuk proteksi yang dilakukan pemerintah terhadap pengembangan UKM
adalah apa yang tercantum pada dua Undang-Undang (UU) yang terkait dengan UKM
yaitu UU Usaha Kecil No. 9 Tahun 1995 dan UU Persaingan Usaha Tahun 1999. Lebih
menarik lagi karena UU Persaingan Usaha muncul setelah Indonesia dihantam badai
krisis yang menjadi arena pengujian ketangguhan masing-masing skala usaha.
Di
dalam UU Usaha Kecil tersebut secara jelas dinyatakan betapa diperlukannya
tindakan untuk melindungi UKM dari persaingan yang tidak adil serta perlunya
usaha untuk mengembangkannya. Misalnya, pemerintah mengeluarkan
peraturan pemerintah, perlindungan terhadap pelaksanaan program kemitraan
dimana usaha besar dipaksa bermitra dengan UKM. Sementara dalam pasal 50 butir
(h) dan (i) UU Anti Monopoli dan UU Persaingan ini ternyata koperasi dan UKM
tidak tercakup di dalamnya. Kedua UU ini menyatakan bahwa salah satu tugas
pemerintah dalam pengembangan sektor ekonomi adalah untuk memberikan
perlindungan perundangan dan usaha pengembangan bagi koperasi dan UKM.
Berdasarkan isi dari kedua UU ini, jelas terlihat bahwa pemerintah
Indonesia mungkin berpandangan bahwa untuk mengembangkan serta melindungi
koperasi dan UKM (sebagai bagian dari sektor ekonomi) dari persaingan bebas
(yang tidak adil) diperlukan suatu peraturan yang ketat agar dapat digunakan
sebagai bagian dari insentif untuk mengembangkan dan melindungi koperasi dan
UKM. Tampaknya pemerintah juga berpendapat bahwa dalam proses itu, melindungi
dan mengembangkan koperasi dan UKM merupakan unsur yang penting
untuk menghadapi persaingan bebas (khususnya yang tidak adil). Ketika
harus memilih antara manfaat persaingan yang didorong oleh pasar atau
perlindungan pemerintah, ternyata pemerintah memilih perlindungan. Mungkin
kita akan memberikan interpretasi: bahwa perlindungan untuk UKM serta koperasi
akan efektif hanya dengan cara memakai perangkat peraturan pemerintah. Dasar
pemikiran ekonomi dari UU nasional ini adalah bahwa UU dapat memainkan peranan
yang penting dalam mendukung usaha besar, menengah, kecil dan koperasi dalam
bersaing di pasar yang sama tetapi kita harus melindungi UKM dan koperasi.
Secara
umum tujuan UU ini adalah bagaimana mengembangkan ekonomi dengan sifat pasar
persaingan bebas dimana UU seharusnya atau sebenarnya tidak ditujukan untuk
melawan usaha-usaha besar, tetapi lebih merupakan pengembangan prinsip
persaingan dalam ekonomi pasar yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan
kondisi pasar yang dapat mempercepat pertumbuhan usaha kecil, menengah dan
besar secara bersamaan. Hubungan yang terutama dan logis antara UU ini dan
pertumbuhan UKM adalah sebagai berikut: tujuan utama UU ini adalah meningkatkan
keadaan ekonomi melalui persaingan pasar bebas. Oleh sebab itu,
teori pelaku ekonomi mengenai perbuatan yang bersifat anti persaingan harus
dimengerti secara jelas. Apabila pasar yang bersaing (bukan
yang bersifat monopoli atau monopolistik dll.) dikembangkan, maka akan tercipta
ekonomi yang kondusif yang dapat mempercepat pertumbuhan UKM. Namun
demikian perlu dicamkan bahwa pasar yang bersaing tidak dapat dihasilkan hanya
dengan UU Anti Monopoli dan UU Persaingan saja (Tambunan 1999)
Wacana regulasi tidak boleh memandang salah satu bentuk/skala usaha sebagai
musuh bagi bentuk/skala usaha lainnya. Sabenarnya musuh yang sesungguhnya
adalah distorsi pasar dalam bentuk kesewenangan pelaku ekonomi misalnya dalam
meningkatkan harga yang mungkin dilakukan oleh perusahaan manapun yang tidak
memperhatikan kepentingan konsumen dan produsen. Perusahaan-perusahaan
besar sebenarnya tetap harus dipandang tidak akan menjadi penghalang selama
mereka memproduksi produk-produk unggul. Tidak masuknya UKM dan koperasi dalam
kedua UU ini dapat menjadi peluang bagi adanya penyimpangan. Dalam banyak hal,
melindungi UKM dan koperasi dari persaingan justru tidak dapat memabantu
pertumbuhan UKM dan koperasi.
Kehadiran
UKM yang kuat dalam perekonomian akan menghasilkan dan memungkinkan
adanya kondisi pasar yang sesuai untuk mengembangkan dan memelihara persaingan
pasar. Ini adalah bagian dari kondisi yang diperlukan untuk membangun
persaingan pasar bebas yang adil. Dengan demikian apabila kita tidak
mengikutsertakan UKM dan koperasi dalam persaingan bebas, maka
kekuatan insentif pasar dari kondisi perekonomian yang sifatnya institusional
itu tidak akan terlepas dari pencarian alternatif input dan output terutama
pada saat pasar memberi signal perubahan biaya, harga dan hasil berubah-ubah
dalam keadaan krisis ekonomi seperti sekarang ini.
UKM dan
Tantangan Persaingan Global.
Ditengah
tuntutan kemampuan bersaing didalam negeri yang masih dilindungi oleh proteksi
pemerintah, UKM juga harus menghadapi persaingan global yang berasal dari berbagai
bentuk usaha mendorong integrasi pasar antar negara dengan seminimal mungkin
hambatan. Berbagai bentuk kerjasama ekonomi regional maupun multilateral sperti
AFTA, APEC dan GATT berlangsung dengan cepat dan mendorong perekonomian yang
semakin terbuka. Pada kondisi lain, strategi pengembangan UKM masih
menghadapai kondisi nilai tambah yang kecil termasuk kontribusinya terhadap
ekspor.
Dengan
pergeseran yang terjadi pada tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada
persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa UKM sesungguhnya mengahadapi situasi
yang bersifat double squeze, yaitu 1. situasi yang datang dari sisi internal
(dalam negeri) berupa ketertinggalan dalam produktivitas, efisiensi dan inovasi
dan 2. situasi yang datang dari ekstermal pressure. Salah satu aspek penting
yang perlu mendapat perhatian dari kombinsi situasi yang dihadapi ini adalah
masalah ketimpangan struktur usaha seperti yang diungkapkan diawal dan juga
kesenjangan antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah. Sedikitnya
terdapat tiga keadaan yang membentuk terjadinya kesenjangan antar skala usaha
di Indonesia.
Pertama, akses
usaha/industri besar terhadap teknologi dan menajemen modern jauh lebih besar
daripada UKM. UKM masih bertahan pada teknologi dan manajemen yang sederhana
bahkan cenderung tradisionil. Bahkan industri menengah yang dalam data BPS
digabungkan dengan industri besar masih menunjukkan ciri dan karakter usaha
kecil dalam hal akses teknologi dan manajemen usaha.
Kedua, akses
usaha skala besar terhdap pasar (termasuk informasi pasar) juga lebih terbuka,
sementara UKM masih berkutat pada bagaimana mempertahankan pasar dalam negeri
ditengah persaingan yang ketat dengan usaha sejenis. Ketiga, kurangnya
keberpihakan kebijakan dan keputusan strategis pemerintah pada UKM pada masa
lalu yang lebih menjadikan UKM sebagai entitas sosial dan semakin memperburuk
dua kondisi diatas.
Sumber :
NamaKelompok8 : (1EB11)
1. BimaIndraSutopo
(21216424)
2. IsmayagitaCiptaRifinaya
(23216616)
3. RiskaErviani
(26216474)