Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi Sosial
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan.
Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan
dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi
dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi merupakan 2 masalah besar di negara-negara berkembang.
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidak
seimbangan sosial yang ada di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan
yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari
berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi.
Penyebab kemiskinan dan kesenjangan ekonomi sosial:
Penyebab kemiskinan dan kesenjangan ekonomi sosial:
1. Menurunnya pendapatan per kapita.
2. Ketidak merataan pembangunan antar
daerah.
3. Rendahnya mobilitas sosial.
4. Pencemaran Lingkungan Alam.
5. Biaya pendidikan mahal
6. Hilangnya asas gotong royong
7. Kurangnya lapangan perkejaan
Dampak kemiskinan dan kesenjangan ekonomi
sosial:
1. Tingkat kriminalitas tinggi
2. Kualitas kesehatan menurun
3. Rendahnya tingkat pendidikan
4. Tingkat pengangguran tinggi
Presentase penduduk miskin 2016
- Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).
- Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 8,22 persen, turun menjadi 7,79 persen pada Maret 2016. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 persen pada Maret 2016.
- Selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,28 juta orang (dari 10,62 juta orang pada September 2015 menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 0,22 juta orang (dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta orang pada Maret 2016).
- Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2016 tercatat sebesar 73,50 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2015 yaitu sebesar 73,07 persen.
- Jenis komoditi makanan yang berpengaruh terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah dan roti. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Banyak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mengatasi
berbagai macam masalah kemiskinan, antara lain adalah sebagai berikut :
-
Kebijaksanaan tidak langsung
Kebijaksanaan tidak langsung
diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya
penanggulangan kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan antara lain adalah suasana
sosial politik yang tentram, ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang.
-
Kebijaksanaan langsung
Kebijaksanaan langsung diarahkan
kepada peningkatan peran serta dan produktifitas sumber daya manusia ,khususnya
golongan masyarakat berpendapatan rendah. Melalui penyediaan kebutuhan dasar
seperti sandang,pangan dan papan, kesehatan dan pendidikan, serta pengembangan
kegiatan – kegiaatan sosial ekonomi yang berkelanjutan untuk mendorong
kemandirian golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.
Upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi sosial:
1. Meminimalis KKN dan memberantas
korupsi
2. Membuat pertumbuhan ekonomi
bermanfaat bagi rakyat miskin.
3. Meningkatkan sistem keadilan di
Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum
4. Membuat layanan sosial bermanfaat
bagi rakyat miskin.
5. Menciptakan lapangan kerja dan
meminimalis kemiskinan
6. Membuat pengeluaran pemerintah
bermanfaat bagi rakyat miskin.
7. Menomorsatukan pendidikan
Statistik
Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi) |
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
11.1
|
10.9¹
|
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan) |
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
29
|
28¹
|
Koefisien Gini/
Rasio Gini |
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
0.40
|
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel di atas
menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan dan konsisten. Namun,
pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan yang tidak ketat mengenai definisi
garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari
kenyataannya. Tahun 2016 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan
dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar
USD $25) yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga
buat pengertian orang Indonesia sendiri.
Namun jika
kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang
mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan
kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis
kemiskinan (dengan kata lain miskin), maka persentase tabel di
atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa
persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, kalau kita menghitung angka
penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari
angkanya akan meningkat lebih tajam lagi. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan.
Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia menginformasikan bahwa sekitar
seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit
saja di atas garis kemiskinan nasional.
Dalam beberapa
tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan
yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di
masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari
kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti
tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan.
Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di
bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk
bangkit dan keluar dari kemiskinan. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka
penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.
Stabilitas
harga makanan (khususnya beras) merupakan
hal penting sekali bagi Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan
sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli beras (dan produk makanan lain).
Oleh karena itu, tekanan inflasi pada harga beras (misalnya karena gagal
panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin atau hampir
miskin. Bahkan sebagian dari mereka yang hidup sedikit saja di atas garis
kesmiskinan bisa jatuh dalam kemiskinan penuh karena inflasi yang tinggi.
Selain inflasi
yang disebabkan oleh kenaikan harga makanan, keputusan pemerintah untuk
mengurangi subsidi (terutama subsidi untuk BBM dan listrik) menyebabkan inflasi
yang tinggi. Misalnya waktu pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) melakukan pemotongan subsidi BBM pada akhir tahun 2005 terjadinya
peningkatan signifikan angka kemiskinan di antara tahun 2005 dan 2006. Harga
minyak internasional yang naik membuat pemerintah terpaksa mengurangi subsidi
BBM waktu itu guna meringankan defisit anggaran pemerintah. Konsekuensinya
adalah inflasi dua digit di antara 14 sampai 19 persen (tahun-ke-tahun) terjadi
sampai oktober 2006. Presiden Joko Widodo juga mengurangi subsidi BBM, baik
pada akhir tahun 2014 maupun awal tahun 2015. Namun karena harga minyak
internasional yang lemah pada waktu itu, keputusan ini tidak mengimplikasikan
dampak yang luar biasa pada angka inflasi. Toh, angka inflasi Indonesia naik
menjadi di antara 8 - 9 persen (t/t) pada tahun 2014 maka ada peningkatan
kemiskinan sedikit di Indonesia di antara tahun 2014 dan 2015, baik di wilayah
pedesaan maupun perkotaan.
Kemiskinan di
Indonesia dan Distribusi Geografis
Salah satu
karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar antara
nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan
lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah
total penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang berlokasi
di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam pengertian relatif
propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih
tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka
kemiskinan relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar
wilayah Indonesia Barat seperti pulau Jawa, Sumatra dan Bali (yang adalah
wilayah-wilayah yang lebih berkembang dibanding pulau-pulau di bagian timur
Indonesia).
Propinsi
dengan Angka Kemiskinan Relatif Tinggi:
Provinsi
|
Orang Miskin¹
|
Papua
|
28.5%
|
Papua Barat
|
25.4%
|
Nusa Tenggara Timur
|
22.2%
|
Maluku
|
19.2%
|
Gorontalo
|
17.7%
|
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Tingkat
kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana sebagian besar
penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah
tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses perkembangan
ekonomi dan jauh dari program-program pembangunan (yang diselenggarakan
pemerintah atau lembaga internasional). Migrasi ke daerah perkotaan adalah
satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan demikian - menghindari
kehidupan dalam kemiskinan.
Bertentangan
dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di bawah ini
menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia yang berkonsentrasi di pulau
Jawa dan Sumatra. Kedua pulau ini adalah pulau terpadat (populasi) di
Indonesia.
Propinsi
dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi:
Provinsi
|
Orang Miskin
(dalam jutaan) |
Jawa Timur
|
4.78
|
Jawa Tengah
|
4.51
|
Jawa Barat
|
4.49
|
Sumatra Utara
|
1.51
|
Nusa Tenggara Timur
|
1.16
|
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kemiskinan di
Indonesia: Kota dan Desa
Indonesia
telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan pesat (sama seperti tren
internasional belakangan ini). Sejak pertengahan tahun 1990-an jumlah absolut
penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih dari setengah
total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (padahal pada tengah
1990-an hanya sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di daerah
perkotaan).
Kecuali
beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia relatifnya lebih miskin
dibanding wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan Indonesia (persentase
penduduk pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan desa tingkat nasional)
turun hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi melonjak tinggi
ketika Krisis Finansial Asia (Krismon) terjadi antara tahun 1997 dan 1998, yang
mengakibatkan nilainya naik mencapai 26 persen. Setelah tahun 2006, terjadi
penurunan angka kemiskinan di pedesaan yang cukup signifikan seperti apa yang
ditunjukkan tabel di bawah ini, walau slowdown ekonomi Indonesia di antara tahun 2011 dan 2015 membatasi
penurunan tersebut.
Statistik
Kemiskinan Pedesaan di Indonesia:
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
Kemiskinan Pedesaan¹
|
21.8
|
20.4
|
18.9
|
17.4
|
16.6
|
15.7
|
14.3
|
14.4
|
13.8
|
14.2
|
14.1
|
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Angka
kemiskinan kota adalah persentase penduduk perkotaan yang tinggal di bawah
garis kemiskinan kota tingkat nasional. Tabel di bawah ini, yang memperlihatkan
tingkat kemiskinan perkotaan di Indonesia, menunjukkan pola yang sama dengan
tingkat kemiskinan desa: semakin berkurang mulai dari tahun 2006 tetapi kinerja
ini terbatasi di antara tahun 2012-2015 karena slowdown perekonomian Indonesian. Slowdown
ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi global yang lemah, penurunan
harga komoditas, dan iklim suku bunga Bank Indonesia yang tinggi pada periode
2013-2015 (demi melawan inflasi yang tinggi, mendukung rupiah, dan membatasi
defisit transaksi berjalan).
Statistik
Kemiskinan Perkotaan di Indonesia:
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
Kemiskinan Kota¹
|
13.5
|
12.5
|
11.6
|
10.7
|
9.9
|
9.2
|
8.4
|
8.5
|
8.2
|
8.3
|
7.8
|
¹ persentase
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan kota
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Masalah kemiskinan di Indonesia memang sangat rumit untuk dipecahkan. Dan
tidak hanya di Indonesia saja sebenarnya yang mengalami jerat kemiskinan,
tetapi banyak negara di dunia yang mengalami permasalahan ini.
Upaya penurunan tingkat kemiskinan sangat bergantung pada pelaksanaan dan
pencapaian pembangunan di berbagai bidang. Oleh karena itu, agar pengurangan
angka kemiskinan dapat tercapai,dibutuhkan sinergi dan koordinasi
program-program pembangunan di berbagai sektor,terutama program yang menyumbang
langsung penurunan kemiskinan.
Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mamou meningkatkan
standar hidup penduduk negaranya, yan gdiukur dengan kenaikan penghasilan riil
per kapita. Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar
kemiskinan diantaranya merupakan produsen barang primer,memiliki masalah
tekanan penduduk,kurang optimalnya sumber daya alam yang diolah,produktivitas
penduduk yang rendah karena keterbelakangan pendidikan,kurangnya modal
pembangunan,dan orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam
mengolah barang-barang tersebut menjadi lebih berguna.
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang
lebih kreatif,inovatif dan eksploratif. Selain itu,globalisasi membuka mata
bagi Pegawai pemerintah,maupun calon pegawai pemerintah agar berani mengambil
sikap yang lebih tegas sesuai dengan visi dan misi bangsa Indonesia ( tidak
memperkaya diri sendiri dan kelompoknya). Dan mengedepankan partisipasi
masyarakat Indonesia untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman
globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan,wawasan,skill,mentalitas dan moralitas yang standarnya adalah
standar global.
Sumber:
Nama
Kelompok 8 : (1EB11)
1.
Bima Indra Sutopo (21216424)
2.
Ismayagita Cipta Rifinaya (23216616)
3.
Riska Erviani (26216474)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar