Senin, 01 Mei 2017

Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi Sosial

tulisan


Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi merupakan 2 masalah besar di negara-negara berkembang.
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidak seimbangan sosial yang ada di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi.

Penyebab kemiskinan dan kesenjangan ekonomi sosial:
1.      Menurunnya pendapatan per kapita.
2.      Ketidak merataan pembangunan antar daerah.
3.      Rendahnya mobilitas sosial.
4.      Pencemaran Lingkungan Alam.
5.      Biaya pendidikan mahal
6.      Hilangnya asas gotong royong
7.      Kurangnya lapangan perkejaan
Dampak kemiskinan dan kesenjangan ekonomi sosial:
1.      Tingkat kriminalitas tinggi
2.      Kualitas kesehatan menurun
3.      Rendahnya tingkat pendidikan
4.      Tingkat pengangguran tinggi
Presentase penduduk miskin 2016
  • Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).
  • Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 8,22 persen, turun menjadi 7,79 persen pada Maret 2016. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 persen pada Maret 2016.
  • Selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,28 juta orang (dari 10,62 juta orang pada September 2015 menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 0,22 juta orang (dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta orang pada Maret 2016).
  • Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2016 tercatat sebesar 73,50 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2015 yaitu sebesar 73,07 persen.
  • Jenis komoditi makanan yang berpengaruh terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah dan roti. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Banyak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mengatasi berbagai macam masalah kemiskinan, antara lain adalah sebagai berikut :
-       Kebijaksanaan tidak langsung
Kebijaksanaan tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan antara lain adalah suasana sosial politik yang tentram, ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang.
-       Kebijaksanaan langsung
Kebijaksanaan langsung diarahkan kepada peningkatan peran serta dan produktifitas sumber daya manusia ,khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah. Melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang,pangan dan papan, kesehatan dan pendidikan, serta pengembangan kegiatan – kegiaatan sosial ekonomi yang berkelanjutan untuk mendorong kemandirian golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.
Upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi sosial:
1.      Meminimalis KKN dan memberantas korupsi
2.      Membuat pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi rakyat miskin.
3.      Meningkatkan sistem keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum
4.      Membuat layanan sosial bermanfaat bagi rakyat miskin.
5.      Menciptakan lapangan kerja dan meminimalis kemiskinan
6.      Membuat pengeluaran pemerintah bermanfaat bagi rakyat miskin.
7.      Menomorsatukan pendidikan
Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:
 2007
 2008
 2009
 2010
 2011
 2012
 2013
 2014
 2015
 2016
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi)
 16.6
 15.4
 14.2
 13.3
 12.5
 11.7
 11.5
 11.0
 11.1
 10.9¹
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan)
   37
   35
   33
   31
   30
   29
   29
   28
   29
   28¹
Koefisien Gini/
Rasio Gini
 0.35
 0.35
 0.37
 0.38
 0.41
 0.41
 0.41
 0.41
 0.41
 0.40
¹ Maret 2016
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)

Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan dan konsisten. Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2016 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia sendiri.
Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan (dengan kata lain miskin), maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, kalau kita menghitung angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari angkanya akan meningkat lebih tajam lagi. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia menginformasikan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional.
Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit dan keluar dari kemiskinan. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.
Stabilitas harga makanan (khususnya beras) merupakan hal penting sekali bagi Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli beras (dan produk makanan lain). Oleh karena itu, tekanan inflasi pada harga beras (misalnya karena gagal panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin atau hampir miskin. Bahkan sebagian dari mereka yang hidup sedikit saja di atas garis kesmiskinan bisa jatuh dalam kemiskinan penuh karena inflasi yang tinggi.
Selain inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga makanan, keputusan pemerintah untuk mengurangi subsidi (terutama subsidi untuk BBM dan listrik) menyebabkan inflasi yang tinggi. Misalnya waktu pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pemotongan subsidi BBM pada akhir tahun 2005 terjadinya peningkatan signifikan angka kemiskinan di antara tahun 2005 dan 2006. Harga minyak internasional yang naik membuat pemerintah terpaksa mengurangi subsidi BBM waktu itu guna meringankan defisit anggaran pemerintah. Konsekuensinya adalah inflasi dua digit di antara 14 sampai 19 persen (tahun-ke-tahun) terjadi sampai oktober 2006. Presiden Joko Widodo juga mengurangi subsidi BBM, baik pada akhir tahun 2014 maupun awal tahun 2015. Namun karena harga minyak internasional yang lemah pada waktu itu, keputusan ini tidak mengimplikasikan dampak yang luar biasa pada angka inflasi. Toh, angka inflasi Indonesia naik menjadi di antara 8 - 9 persen (t/t) pada tahun 2014 maka ada peningkatan kemiskinan sedikit di Indonesia di antara tahun 2014 dan 2015, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.
Kemiskinan di Indonesia dan Distribusi Geografis
Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar antara nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah total penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam pengertian relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka kemiskinan relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar wilayah Indonesia Barat seperti pulau Jawa, Sumatra dan Bali (yang adalah wilayah-wilayah yang lebih berkembang dibanding pulau-pulau di bagian timur Indonesia).
Propinsi dengan Angka Kemiskinan Relatif Tinggi:
Provinsi
Orang Miskin¹
Papua
      28.5%
Papua Barat
      25.4%
Nusa Tenggara Timur
      22.2%
Maluku
      19.2%
Gorontalo
      17.7%
¹persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan March 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana sebagian besar penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses perkembangan ekonomi dan jauh dari program-program pembangunan (yang diselenggarakan pemerintah atau lembaga internasional). Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan demikian - menghindari kehidupan dalam kemiskinan.
Bertentangan dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di bawah ini menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia yang berkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatra. Kedua pulau ini adalah pulau terpadat (populasi) di Indonesia.
Propinsi dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi:
Provinsi
Orang Miskin
(dalam jutaan)
Jawa Timur
       4.78
Jawa Tengah
       4.51
Jawa Barat
       4.49
Sumatra Utara
       1.51
Nusa Tenggara Timur
       1.16
per Maret 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik

Kemiskinan di Indonesia: Kota dan Desa
Indonesia telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan pesat (sama seperti tren internasional belakangan ini). Sejak pertengahan tahun 1990-an jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih dari setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (padahal pada tengah 1990-an hanya sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di daerah perkotaan).
Kecuali beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia relatifnya lebih miskin dibanding wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan Indonesia (persentase penduduk pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan desa tingkat nasional) turun hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi melonjak tinggi ketika Krisis Finansial Asia (Krismon) terjadi antara tahun 1997 dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai 26 persen. Setelah tahun 2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di pedesaan yang cukup signifikan seperti apa yang ditunjukkan tabel di bawah ini, walau slowdown ekonomi Indonesia di antara tahun 2011 dan 2015 membatasi penurunan tersebut.
Statistik Kemiskinan Pedesaan di Indonesia:
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Kemiskinan Pedesaan¹
21.8
20.4
18.9
17.4
16.6
15.7
14.3
14.4
13.8
14.2
14.1
¹ persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan desa
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Angka kemiskinan kota adalah persentase penduduk perkotaan yang tinggal di bawah garis kemiskinan kota tingkat nasional. Tabel di bawah ini, yang memperlihatkan tingkat kemiskinan perkotaan di Indonesia, menunjukkan pola yang sama dengan tingkat kemiskinan desa: semakin berkurang mulai dari tahun 2006 tetapi kinerja ini terbatasi di antara tahun 2012-2015 karena slowdown perekonomian Indonesian. Slowdown ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi global yang lemah, penurunan harga komoditas, dan iklim suku bunga Bank Indonesia yang tinggi pada periode 2013-2015 (demi melawan inflasi yang tinggi, mendukung rupiah, dan membatasi defisit transaksi berjalan).
Statistik Kemiskinan Perkotaan di Indonesia:
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Kemiskinan Kota¹
13.5
12.5
11.6
10.7
 9.9
 9.2
 8.4
 8.5
 8.2
 8.3
 7.8
¹ persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan kota
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Masalah kemiskinan di Indonesia memang sangat rumit untuk dipecahkan. Dan tidak hanya di Indonesia saja sebenarnya yang mengalami jerat kemiskinan, tetapi banyak negara di dunia yang mengalami permasalahan ini.
Upaya penurunan tingkat kemiskinan sangat bergantung pada pelaksanaan dan pencapaian pembangunan di berbagai bidang. Oleh karena itu, agar pengurangan angka kemiskinan dapat tercapai,dibutuhkan sinergi dan koordinasi program-program pembangunan di berbagai sektor,terutama program yang menyumbang langsung penurunan kemiskinan.
Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mamou meningkatkan standar hidup penduduk negaranya, yan gdiukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita. Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya merupakan produsen barang primer,memiliki masalah tekanan penduduk,kurang optimalnya sumber daya alam yang diolah,produktivitas penduduk yang rendah  karena keterbelakangan pendidikan,kurangnya modal pembangunan,dan orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam mengolah barang-barang tersebut menjadi lebih berguna.
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif,inovatif dan eksploratif. Selain itu,globalisasi membuka mata bagi Pegawai pemerintah,maupun calon pegawai pemerintah agar berani mengambil sikap yang lebih tegas sesuai dengan visi dan misi bangsa Indonesia ( tidak memperkaya diri sendiri dan kelompoknya). Dan mengedepankan partisipasi masyarakat Indonesia untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan,wawasan,skill,mentalitas dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
Sumber:
Nama Kelompok 8 : (1EB11)
1.      Bima Indra Sutopo (21216424)
2.      Ismayagita Cipta Rifinaya (23216616)
3.      Riska Erviani (26216474)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar