Selasa, 24 April 2018

Utang Luar Negeri RI Capai Rp 4.907 Triliun sampai Februari 2018

Liputan6.com, Jakarta Posisi utang luar negeri Indonesia tercatat mencapai USD 356,23 miliar atau setara dengan Rp 4.907 triliun atau setara Rp 4.907,42 triliun (kurs USD 1=Rp 17.776) hingga Februari 2018.  Utang ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 181,4 miliar (Rp 2.498 triliun), serta utang swasta USD 174,8 miliar (Rp 2.408 triliun).
Utang luar negeri per akhir Februari tersebut tumbuh sebesar 9,5 persen (yoy), melambat dibanding bulan sebelumnya sebesar 10,4 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, hal ini disebabkan melambatnya ULN baik sektor pemerintah maupun sektor swasta. "Pengelolaan ULN pemerintah sejalan dengan kebijakan fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kegiatan produktif dan investasi," jelas dia dalam keterangannya, Senin (16/4/2018).
Porsi utang luar negeri pemerintah sendiri tercatat mencapai USD 177,85 miliar. Ini  terdiri dari SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) yang dimiliki oleh non-residen sebesar USD 121,5 miliar dan pinjaman kreditur asing sebesar USD 56,3 miliar.
Sementara utang Bank Indonesia sebesar USD 3,54 miliar. Total utang ini tercatat turun dibanding bulan sebelumnya yang mencapai USD 183,39 miliar.
Utang luar negeri pemerintah pada akhir Februari 2018 lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, terutama karena penurunan kepemilikan asing pada SBN domestik sebesar USD 3 miliar.
Sementara itu, biaya utang luar negeri pemerintah dikatakan semakin rendah seiring dengan meningkatnya kepercayaan investor terhadap Indonesia, yang didukung membaiknya fundamental perekonomian dan peringkat utang Indonesia.
"Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah diprioritaskan untuk kegiatan yang sifatnya produktif dan merupakan investasi dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi, termasuk memperkuat kemampuan membayar utang luar negeri tersebut," dia menambahkan.
Sedangkan, porsi utang swasta tercatat sebesar USD 174,83 miliar. Utang luar negeri swasta juga terbagi menjadi utang lembaga keuangan dan lembaga non keuangan.
Secara tahunan, pertumbuhan utang luar negeri sektor keuangan tercatat 5,1 persen pada Februari 2018, melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 6,7 persen.
Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri sektor industri pengolahan, sektor LGA, dan sektor pertambangan meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Pangsa utang luar negeri sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih (LGA), serta pertambangan terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 72,2 persen, relatif sama dengan pangsa pada periode sebelumnya.



Opini: 

Menurut saya penurunan jumlah utang luar negeri Indonesia yang menurun sangat baik, dikarenakan dengan penurunan jumlah utang luar negeri Indonesia maka pembayaran utang luar negeri Indonesia menyita lebih sedikit dari porsi yang besar dari APBN . Karena salah satu cara yang digunakan untuk melunasi utang luar negeri Indonesia adalah dengan menggunakan APBN. Dengan adanya penurunan utang luar negeri tersebut pemerintah bisa menggunakan APBN untuk membantu kesejahteraan masyarakat  seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan umum. Utang luar negeri yang terlalu besar menyebabkan rendahnya kemampuan tabungan pemerintah dalam membiayai pengeluaran pembangunan. Akibatnya, pemerintah terus melakukan utang luar negeri untuk menutupi ketidak mampuan tabungan pemerintah. Kodisi seperti ini menandakan bahwa APBN telah terjebak dalam perangkap utang (debt trap) dengan sistem gali lubang tutup lubang. Tapi apabila Indonesia melakukan utang luar negeri untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif pemerintah lainnya itu tidak masalah dikarenakan untuk kepentingan masyarakat juga. Dalam tiga tahun masa pemerintahan Jokowi telah banyak contoh infrastruktur yang sudah dibangun diantaranya 2.623 km jalan aspal, sebagian besar di "Papua, perbatasan Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur; lebih dari 560 km jalan tol; lebih dari 25.000 meter jembatan; sejumlah bandar udara, proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek dan Palembang; serta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. Saya sangat setuju dengan dengan adanya pembangunan infrastruktur dikarenakan agar seluruh rakyat Indonesia bisa merasakan keadilan tidak hanya ditempat- tempat tertentu saja yang memiliki fasilitas yang memadai. namun, juga dibidang ekonomi pembangunan infrastruktur sangat berpengaruh, yang tadinya harga pangan di Papua dan Jawa sangat berbeda sekarang tidak lagi terdapat kesejangan yang sangat berbeda dikarenakan adanya pembangunan infrastruktur dalam transportasi. Tetapi tetap saja Indonesia harus menjaga rasio utang luar negeri dikarenakan batas maksimal utang negara yakni 60% dari PDB seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. menurut saya apabila Indonesia melakukan utang luar negeri, uang hasil pinjaman tersebut harus jelas digunakan untuk pembangunan didalam negeri yang akhirnya juga bisa menghasilkan pendapatan lebih untuk negara.